Sengketa Arsenal-Barcelona: Pembelian Toral Tak Bermoral?
Saturday, 26 February 2011
Membajak penghuni La Masia tampaknya menjadi salah satu modus Arsenal dalam membangun fondasi tim.
Betapa tidak, sejak 2003 sudah empat alumnus akademi Barcelona yang masyhur itu diboyong ke London. Yang pertama tentu kita semua tahu, Francesc ‘Cesc’ Fabregas. Empat tahun kemudian Fran Merida mengikuti jejak seniornya itu, menyusul Ignasi Miquel Pons tahun berikutnya. Yang paling anyar tentu saja Jon Miguel Toral Harper, remaja dari seorang ibu berkebangsaan Inggris dan ayah Spanyol. Caranya selalu sama, setiap penghuni La Masia yang dianggap punya prospek bagus langsung dibidik dan ditawari kontrak saat usianya menginjak 16 tahun. Dibawa ke London, ditempa untuk beberapa saat lalu disajikan ke tim utama ketika sudah siap.
Celah regulasi memang memungkinkan Arsene Wenger menjalankan aksinya itu. Hukum di Inggris membolehkan seorang pemain menandatangani kontrak profesional kalau sudah berusia 16 tahun. Sebaliknya, di Spanyol, seorang pemain baru bisa melakukannya ketika berusia 17 tahun. Atas kasus ini, Presiden Barcelona Sandro Rosell pun angkat bicara. Dia menilai apa yang dilakukan Wenger sebagai immoral alias tidak bermoral. ”Secara hukum, mereka memang tidak melanggar apa-apa, namun itu tidak bermoral,” tandas Rosell kepada The Sun. ”Buat kami, sangat penting untuk menjaga anak-anak ini agar tumbuh bersama di La Masia.
Kami tak suka klubklub datang kemari dan menawari uang tak lama setelah mereka berusia 16 tahun.” Rosell bahkan dengan sinis mengatakan: ”Ada dua filosofi. Kami yang berinvestasi, mereka yang menanggok, persis seperti yang dilakukan Arsenal.” Namun, ketika satu jari mengacung ke Wenger, tiga jari lainnya mengarah ke Rosell dan klub yang dipimpinnya. Saat usia berapa Lionel Messi diboyong ke La Masia? Pada usia 13 tahun. Pernahkah Anda mendengar Newell’s Old Boys–klub junior Messi–mengeluarkan katakata immoral kepada Barca? Saya tidak pernah. Para talent scout La Masia berburu pemain saat usia berapa? Sebelum akil balik. Dari mana saja? Seluruh penjuru dunia. Berapa banyak kerutan di dahi Wenger? Ada delapan. Jumlah tahun Barca memburu Cesc secara maraton.
Betulkah Cesc milik The Gunners? Ya, kontrak terbarunya ditanda-tangani bulan April sebelum Piala Dunia (PD) 2010. Berapa nilainya? Cesc menerima langsung 3 juta pounds sebagai ”kompensasi” atas pembayaran underpaid selama dua tahun pertama membela Arsenal dan gaji 110.000 pounds (kurs Rp 15.000 = Rp 1,65 miliar) per pekan. Seandainya dulu Cesc memutuskan tetap menghuni Camp Nou, apakah dia akan tampil sebanyak dia di Arsenal? Kalau Anda menjawab ”ya”, itu sama saja Anda mengatakan Cesc lebih pantas mengisi lini tengah Barca dibandingkan Xavi dan Andres Iniesta. Apakah tampil reguler di Arsenal membuatnya matang? Tentu saja.
Lihatlah ban kapten melingkar di lengannya. Apakah karena kematangannya itu Barca memburunya? Sudah pasti. Apa seragam yang dikenakan Cesc seusai membantu Spanyol memuncaki Piala Dunia 2010? El Matador? Salah! Barca. Secara paksa dia dikalungi jersey bergaris ”biru-merah” oleh Carles Puyol dan Gerard Pique. Itu hanya joke! Oke, Cesc digaji begitu besar untuk bahan lelucon? Pernahkah Anda mendengar Wenger mengeluarkan kata-kata (lagi-lagi) immoral atas joke itu? Saya tidak. Atau begini saja.
Bagaimana seandainya Iker Casillas dan Sergio Ramos mengalungkan seragam Real Madrid kepada Puyol? Coba tanya kepada Barcelonistas. Saya khawatir kali ini bukan hanya kepala babi dan handphone yang melayang. Pembaca, sebelum artikel ini diakhiri, mari kita kembali ke kasus Toral. Siapakah agennya yang berperan dalam kepindahannya ke Emirates Stadium? Pere Guardiola. Siapa dia? Saudara kandung Pelatih Barca saat ini, Pep Guardiola. Logiskah Pere yang notabene Katalan sejati menyarankan Toral hengkang ke London ketimbang membela El Azulgrana? Jawabannya tidak, meski Anda berhak mengatakan sebaliknya.
Lalu, kenapa Toral memutuskan pindah? Tentu, karena pertimbangan pribadi terkait masa depan yang lebih baik. Kini, dengan semua fakta di atas, masihkah Rosell mau mengatakan Arsenal tak bermoral? Atau kini sang presiden harus mulai menjilat ludahnya sendiri. ■
Catatan Sepak Bola
HARIS PARDEDE MA
Sports Management Inggris
Sabtu, 26 Februari 2011
Rabu, 02 Februari 2011
Moment
Moment
Ketika satu pintu tertutup, pintu lain terbuka. Namun, terkadang kita tidak menyadari pintu yang terbuka itu karena kita menyesali pintu yang tertutup itu terlalu lama. - Alexander Graham Bell-
Setiap orang mempunyai momentnya masing-masing. Hal tersebut saya sadari hanya dari sebuah contoh sederhana yaitu pertandingan Blackpool vs Manchester United yang berakhir dengan skor 2-3 untuk kemenangan Manchester United. Blackpool unggul 2-0 terlebih dahulu bahkan hingga babak pertama usai. Namun, di babak kedua MU bisa mengejar defisit 2 gol bahkan menjadi 3 gol.
Pada babak pertama, pertandingan seolah-olah menjadi milik Blackpool. Terlihat ekspresi kegembiraan pemain Blackpool, mereka hanya sebuah tim kecil tetapi mampu mengungguli MU dengan 2 gol. Pada saat itulah momen pemain Blackpool. Mereka merasakan kegembiraan yang luar biasa seolah keberuntungan memihak mereka.
Pada babak kedua, momen tersebut berbalik menjadi milik pemain MU. Mereka juga harus bekerja keras untuk mendapatkan momen tersebut. Saat kedudukan 2-1, momen tersebut masih menjadi milik pemain Blackpool, hal tersebut tampak dari ekspresi para pemain MU yang tidak merayakan gol tersebut. Namun, saat kedudukan 3-2 untuk keunggulan MU tampak bahwa ini momennya dan momen Blackpool telah berakhir.
Saya bukan seorang pengamat sepakbola, namun pertandingan tersebut adalah contoh bahwa saat-saat terbaik dalam hidup dapat diperoleh dari usaha. Ada saatnya kita memperoleh saat terbaik dalam hidup dan ada saatnya kita kehilangan saat-saat terbaik. Hal itu hanya 1 halaman dari buku kehidupan. Terkadang timbul pikiran, mengapa, MU tidak unggul 3-0 sejak awal atau Blackpool kalah saja sejak awal, tidak perlu memberikan harapan palsu kepada Blackpool. Itulah yang dinamakan proses, sama halnya dengan bayi yang belajar merangkak dahulu, baru kemudian berjalan. Tanpa proses, seperti ada lembar yang hilang dari buku kehidupan. Seseorang yang sedang menempuh pendidikan akan mengalami proses belajar, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa, kemudian akan ada nilai sebagai output proses pembelajaran. Namun, hal yang menjadi salah adalah saat output berupa nilai ini dianggap segala-galanya. Manusia sering lupa bahwa banyak faktor X yang mempengaruhi output, proses sering dilupakan. Padahal, moment yang paling berharga bagi seseorang yang sedang belajar adalah menikmati setiap prosesnya, gagal, lelah, kemudian berhasil.
Ketika satu pintu tertutup, pintu lain terbuka. Namun, terkadang kita tidak menyadari pintu yang terbuka itu karena kita menyesali pintu yang tertutup itu terlalu lama. - Alexander Graham Bell-
Setiap orang mempunyai momentnya masing-masing. Hal tersebut saya sadari hanya dari sebuah contoh sederhana yaitu pertandingan Blackpool vs Manchester United yang berakhir dengan skor 2-3 untuk kemenangan Manchester United. Blackpool unggul 2-0 terlebih dahulu bahkan hingga babak pertama usai. Namun, di babak kedua MU bisa mengejar defisit 2 gol bahkan menjadi 3 gol.
Pada babak pertama, pertandingan seolah-olah menjadi milik Blackpool. Terlihat ekspresi kegembiraan pemain Blackpool, mereka hanya sebuah tim kecil tetapi mampu mengungguli MU dengan 2 gol. Pada saat itulah momen pemain Blackpool. Mereka merasakan kegembiraan yang luar biasa seolah keberuntungan memihak mereka.
Pada babak kedua, momen tersebut berbalik menjadi milik pemain MU. Mereka juga harus bekerja keras untuk mendapatkan momen tersebut. Saat kedudukan 2-1, momen tersebut masih menjadi milik pemain Blackpool, hal tersebut tampak dari ekspresi para pemain MU yang tidak merayakan gol tersebut. Namun, saat kedudukan 3-2 untuk keunggulan MU tampak bahwa ini momennya dan momen Blackpool telah berakhir.
Saya bukan seorang pengamat sepakbola, namun pertandingan tersebut adalah contoh bahwa saat-saat terbaik dalam hidup dapat diperoleh dari usaha. Ada saatnya kita memperoleh saat terbaik dalam hidup dan ada saatnya kita kehilangan saat-saat terbaik. Hal itu hanya 1 halaman dari buku kehidupan. Terkadang timbul pikiran, mengapa, MU tidak unggul 3-0 sejak awal atau Blackpool kalah saja sejak awal, tidak perlu memberikan harapan palsu kepada Blackpool. Itulah yang dinamakan proses, sama halnya dengan bayi yang belajar merangkak dahulu, baru kemudian berjalan. Tanpa proses, seperti ada lembar yang hilang dari buku kehidupan. Seseorang yang sedang menempuh pendidikan akan mengalami proses belajar, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa, kemudian akan ada nilai sebagai output proses pembelajaran. Namun, hal yang menjadi salah adalah saat output berupa nilai ini dianggap segala-galanya. Manusia sering lupa bahwa banyak faktor X yang mempengaruhi output, proses sering dilupakan. Padahal, moment yang paling berharga bagi seseorang yang sedang belajar adalah menikmati setiap prosesnya, gagal, lelah, kemudian berhasil.
Langganan:
Postingan (Atom)