Kamis, 19 September 2013

Resensi Pilihan



Berjalan di Atas Cahaya


Judul  : Berjalan di Atas Cahaya
Pengarang : Hanum Salasabiela Rais
Penebit :Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit : 2013
Tebal : 210 halaman
ISBN : 978-979-22-9359-3


Buku ini adalah karya Hanum Salsabiela Rais setelah 99 Cahaya di Langit Eropa. Masih berkisah tentang perjalanan Hanum di eropa namun kali ini bukan sebagai penduduk eropa tetapi dalam rangka liputan ramadhan untuk sebuah stasiun tv. Kisah yang disampaikan Hanum pada buku ini tidak kalah indahnya dengan buku yang pertama. Mengutip pernyataan Hanum, kisah-kisah ini bukan kisah extravaganza tentang kehidupan di eropa tetapi kisah yang mampu mencerahkan batin.
Diantara kisah-kisah tersebut ada kisah bunda Ikoy, seorang perempuan Aceh perakit jam merk ternama di Swiss. Ada pula kisah rapper wanita dari Austria. Penampilannya seperti anak muda kebanyakan, penampilan semau gue, tanpa rias, hijabnyalah yang menjadi identitasnya sebagai seorang muslim. Kejujuran dari desa Neerach yang ditunjukkan melalui kios penjual bunga hingga pengalaman Hanum bertemu dengan orang-orang yang mencari Tuhan. Ya, beberapa orang tahu bahwa Tuhan ada tetapi tak tahu cara mencarinya. Glory, teman Hanum yang satu ini sudah meninggalkan agama nenek moyangnya dan berpindah dari agama satu ke agama lain untuk mencari Tuhan yang dia yakini ada.
Ada pula kisah mualaf-mualaf yang pernah menjadi sahabat Hanum. Ternyata Islam yang selama ini diketahui oleh masyarakat barat sungguh berbeda. Islam bukanlah agama kekerasan. Seorang muslim tidak akan pernah memakai kekerasan walaupun mereka mampu. Keluarga-keluarga muslim adalah laki-laki yang menafkahi keluarganya dengan tanggung jawab serta menjaga harga diri wanita, wanita yang memilih menjadi ibu dibanding mengejar karir duniawi serta istri yang taat pada suami. Sesungguhnya ada balasan yang setimpal dari Allah SWT pada setiap pengorbanan. Islam yang memberikan ketenangan pada pemeluknya.
Sekali lagi, buku ini bukanlah kisah perjalanan mengenai keindahan tanah Eropa, buku ini mengungkap sisi lain Eropa, sisi lain kehidupan masyarakatnya. Bahwa setiap orang akan memperoleh hidayahnya masing-masing dengan cara yang tak terduga. Hanum mengisahkan bahwa keindahan Islam dapat dirasakan sampai daerah terpencil di Eropa dan semua nyata. Keindahan itu bukan hanya dalam mimpi.

Sabtu, 31 Agustus 2013

my story


BROWN PUPPY

There is interesting story when I become a judge of colouring competition. Kid's age is about 3 till 6. Everyone likes art of course. They like colouring and drawing. In this event, kids must colour a picture that has been prepared by the judges. The picture is about a puppy sitting beside a tree. No limitation to colour, kids may choose every colour.

Guess what? Almost every kids colour the puppy with brown colour, green tree, green ground, and blue sky. Yes, more than 50% kids colour like that. The same pattern of kids mind.
I am not their teacher in class. I never teach them in long time. I don't know what their teacher tell them about colour of puppy and the environment.

This is dangerous situation. Kids are not creative. Their mind are made by the teacher or parents with the old pattern. Kids should teached that the dog may have pink colour, the tree may become yellow or the sky may become orange.
What actually make kids more creative? The most important is the environment. Kids may choose something with no limitation. They may false and they may fall. It will make they learn.

Senin, 06 Mei 2013

Kompetiblog 2013




 



JURAGAN TANAH DARI BELANDA



Saat orang berpikir mengenai Belanda, 2 hal yang ada di pikiran adalah: Tulip dan kincir angin. Kedua hal tersebut memang simbol Negara yang satu ini. Padahal, tulip bukanlah bunga asli dari negeri tersebut melainkan diperkenalkan oleh bangsa Asia pada abad ke 17. Selain tulip dan kincir angin, ada hal lain yang patut diketahui dari Belanda, yaitu keajaiban dunia modern dari Belanda, Zuiderzee dan Delta Works.
Belanda adalah salah satu negara dengan permukaan tanah terendah di dunia. Seperempat tanah Belanda berada di bawah permukaan laut. Oleh karena itu, saat badai datang dan permukaan air laut meningkat Belanda berada dalam resiko besar terkena banjir. Hmm.. jadi ingat negara lain yang juga berada dalam resiko banjir setiap tahunnya. Yup, Indonesia, tepatnya kota Jakarta. Pada awalnya, masyarakat Belanda berusaha mengatasi resiko banjir dengan membuat bukit buatan, dan menempatkan kota-kota diatasnya sehingga rumah-rumah mereka tetap aman saat banjir datang. Namun ternyata, ada area rendah yang tidak dapat digunakan terutama saat banjir datang sehingga solusi ini menjadi tidak efektif. 
Cornelis Lely adalah pencetus ide untuk mengatasi “pertempuran” Belanda dengan air. Pada 4 Juni 1918, proyek tersebut dimulai, tujuannya untuk melindungi daerah rawan banjir di laut utara Belanda, meningkatkan suplay makanan dengan membuat polder yang dapat menjadi lahan pertanian, serta menjadikan Zuiderzee sebagai bagian dari manajemen air di Belanda. Zuiderzee berarti laut selatan dalam bahasa Belanda, tetapi sebenarnya Zuiderzee adalah sebuah teluk dangkal di laut utara dengan panjang sekitar 60 mil atau 100 km dan lebar 30 mil atau 50 km, dengan total 2000 mil persegi dan kedalaman 15 kaki.
 

Cornelis Lely adalah pencetus ide untuk mengatasi “pertempuran” Belanda dengan air. Pada 4 Juni 1918, proyek tersebut dimulai, tujuannya untuk melindungi daerah rawan banjir di laut utara Belanda, meningkatkan suplay makanan dengan membuat polder yang dapat menjadi lahan pertanian, serta menjadikan Zuiderzee sebagai bagian dari manajemen air di Belanda. Zuiderzee berarti laut selatan dalam bahasa Belanda, tetapi sebenarnya Zuiderzee adalah sebuah teluk dangkal di laut utara dengan panjang sekitar 60 mil atau 100 km dan lebar 30 mil atau 50 km, dengan total 2000 mil persegi dan kedalaman 15 kaki.




Pada awalnya Zuiderzee adalah sumber bagi perikanan dan akses perdagangan, namun Zuiderzee dapat menjadi berbahaya saat frekuensi air laut naik. Bendungan dapat jebol dan menyebabkan banjir bagi ratusan bahkan ribuan orang. Sejarah mencatat pada tahun 1421 dinding tanggul Zuiderzee jebol dan menyebabkan banjir di 72 desa dan menewaskan 10.000 orang. Di abad ke 17 untuk mengatasi resiko ini sudah dicari, namun baru direalisasikan pada abad ke 19. Cornelis Lely, insinyur sipil Belanda datang dengan sebuah rencana untuk menutup bangunan di sekitar Zuiderzee dan mengubahnya menjadi danau. Rencananya termasuk membangun empat polder di danau tersebut  yang akan digunakan sebagai lahan pertanian.

Langkah pertama yang dilakukan adalah mengurung Zuiderzee dengan cara membangun bendungan sepanjang 20 mil. Hal ini belum pernah dilakukan sebelumnya, sehingga Belanda menjadi pionir dalam melakukan hal ini.

Proyek tersebut berjalan lancar sampai beberapa hal yang terjadi di dunia ikut mempengaruhi proyek tersebut, antara lain serangan tentara Nazi yang menjadikan proyek tersebut mempunyai fungsi tambahan yaitu sebagi tempat berlindung. Perang dunia ke 2 juga mmebawa dampak terhadap Zuiderzee, pada April 1945 Jerman mengebom daerah tersebut sehingga banjir kembali terjadi di daerah tersebut. Namun akhirnya Belanda mampu menyelesaikan proyek tersebut di akhir tahun 1945 walaupun beberapa infrastruktur rusak dan harus diperbaiki.
Keberhasilan Cornelis Lely dalam mereklamasi sebagian besar wilayah Zuiderzee menjadi lahan kering patut diacungi jempol. Lahan kering terbesar, Flevoland, sekarang ditempati oleh sekitar 400.000 orang. 
 
 
 


Menjadi yang pertama mencetuskan ide pembuatan bendungan terpanjang dalam sejarah Belanda bukan merupakan jalan yang mudah bagi Cornelis Lely. Ia banyak ditentang karena idenya, baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Namun, ia mampu membuktikan bahwa idenya ternyata tepat. Menjadi pionir sangat bermanfaat, bukan hanya untuk diri sendiri namun juga bagi banyak orang. Saat ini Flevoland bukan lagi danau yang tak bisa ditempati, berkat Sang "Juragan Tanah", kota-kota di Flevoland menjadi salah satu dari banyak kota indah di Belanda. Cornelis Lely adalah pionir kesuksesan bagi Belanda dalam proyek reklamasi lahan.