cerita ini dikutip dari sebuah siaran radio. betapa, hal-hal yang ada bersamaan dengan datangnya cinta terkadang tidak berguna.
Alkisah di suatu pulau di negeri anatah berantah terjadi bencana alam yang besar, yaitu banjir bandang. Semua penduduk mengungsi ke semua pulau. Sayanganya ada seorang penduduk yang belum mendapat tumpangan utuk pergi ke sebuah pilau, dia lah Cinta. Teman teman Cinta sudah mulai lewat satu persatu, namun tak seorangpun yang lwat menawarkan tumpangan. Cinta mulai panik dan berteriak-teriak minta tolong. Kemudian Cinta melihat temanya, Kecantikan.
“Kecantikan maukah kamu memberiku tumpangan untuk mengungsi?.” Cinta memohon.
“Tidak bisa Cinta, Kau sudah jelek, kotor dan basah aku tidak bisa memberikan tumpangan, nanti aku jadi kotor dan tidak cantik lagi, maaf ya Cinta.” Kata Kecantikan.
Cinta pasrah mendengar ucapan Kecantikan. Beberaapa saat kemudian, Cinta melihat temannya yang lain, Kesedihan. Kemudian Cinta memanggilnya.
“Kesedihan maukah kamu memberiku tumpangan untuk mengungsi ?.” Cinta kembali memohon
“Maaf Cinta aku sedang bersedih dan tak ingin ditemani siapa pun.”
Cinta benar-benar putus asa mendengar ucapan kesedihan. Tak beberapa lama, teman Cinta yang lain, yaitu Kebahagiaan lewat. Cinta berteriak-teriak memanggil namanya, tetapi Kebahagiaan tidak mendengar karena begitu bahagia dirinya bisa pergi mengungsi. Air sudah semakin tinggi, sebentar lagi Cinta pasti tenggelam dalam keadaan yang sudah terjepit, muncullah teman Cinta, yaitu Waktu. Waktu langsung menawarkan bantuan kepada Cinta. Cinta benar-benar bahagia bisa selamat.
“Waktu kenapa kamu mau menolongku, aku kan kotor dan basah”
“Kamu tahu Cinta, hanya Waktu yang tahu betapa berharganya Cinta”
Kamis, 27 Januari 2011
Selasa, 25 Januari 2011
Puisi
AKU TELAH SEPAKAT UNTUK BEKERJA
BAGI KEHIDUPAN DEMI UPAH SATU PENNY,
DAN DIA MENOLAK MEMBERIKU LEBIH,
SAAT KUSADARI BETAPA KECILNYA UPAH ITU.
DIA TAK LEBIH DARI SEORANG MAJIKAN, YANG MEMBERIKAN APA YANG KAU MINTA,
DAN BILA HARGA KERINGATM TELAH DISEPAKATI,BAGAIMANAPUN JUGA, LUNASILAH TANGGUNG JAWABMU.
HARI ITU AKU BEKERJA DEMI UPAH SEORANG KULI,
KETIKA KUSADARI AKAN KEBODOHANKU, BAHWA BERAPAPUN KAU MEMINTA DARI KEHIDUPAN,
DENGAN SENAG HATI DIA AKAN MEMENUHINYA.
Puisi tersebut bisa ditemukan di buku Think And Grow Rich karya Napoleon Hill. Puisi tersebut menyadarkan saya bahwa kehidupan itu tidak kejam, kehidupan itu adil. Hanya, dibutuhkan negosiasi untuk mendapatkan keuntungan dari kehidupan
BAGI KEHIDUPAN DEMI UPAH SATU PENNY,
DAN DIA MENOLAK MEMBERIKU LEBIH,
SAAT KUSADARI BETAPA KECILNYA UPAH ITU.
DIA TAK LEBIH DARI SEORANG MAJIKAN, YANG MEMBERIKAN APA YANG KAU MINTA,
DAN BILA HARGA KERINGATM TELAH DISEPAKATI,BAGAIMANAPUN JUGA, LUNASILAH TANGGUNG JAWABMU.
HARI ITU AKU BEKERJA DEMI UPAH SEORANG KULI,
KETIKA KUSADARI AKAN KEBODOHANKU, BAHWA BERAPAPUN KAU MEMINTA DARI KEHIDUPAN,
DENGAN SENAG HATI DIA AKAN MEMENUHINYA.
Puisi tersebut bisa ditemukan di buku Think And Grow Rich karya Napoleon Hill. Puisi tersebut menyadarkan saya bahwa kehidupan itu tidak kejam, kehidupan itu adil. Hanya, dibutuhkan negosiasi untuk mendapatkan keuntungan dari kehidupan
Rabu, 19 Januari 2011
Masihkah kau bekerja Pak Pos?
Ide ini tiba-tiba muncul ketika saya membaca pengalaman seorang penulis yang memperoleh pengalaman dalam menuangkan gagasan kepada sahabat penanya. Saya kembali teringat pada pengalaman saya saat menulis surat kepada orang-orang terdekat. Waktu itu saya sering menulis surat untuk ayah saya yang berkerja di Natuna, untuk nenek saya di kampung, mengirim kartu lebaran, ataupun mengirim jawaban kuis di majalah anak-anak. Masa itu saya akrab sekali dengan surat menyurat.
Rasanya sudah lebih dari sepuluh tahun saya tidak pergi ke kantor pos untuk mengirim surat. Masa-masa saat saya sering ke kantor adalah saat saya masih sekolah dasar. Saat itu letak kantor pos dekat sekali dengan dengan sekolah, tepatnya berada di belakang sekolah. Kantor pos itu tidak terlalu besar, hanya berukuran 4 x 5 meter, lembab, dan tampak suram karena terletak dibawah rindangnya pohon.
Seingat saya, waktu itu biaya mengirim surat ke ayah saya di Natuna cukup mahal. Suratnya ditimbang dahulu, kemudian baru dihitung biayanya. Sampai sekarang saya tidak mengerti kenapa surat tersebut harus ditimbang, karena biasanya hanya paket barang yang ditimbang. Saat itu sarana untuk menghubungi ayah saya hanya lewat surat, telepon interlokal terlalu mahal harganya walaupun hanya bicara sebentar.
Lain lagi pengalaman saat mengirim surat ke nenek saya di Sumatera Selatan. Hal yang paling saya ingat adalah bahasa yang digunakan, saya menyebut nenek saya nenenda dan saya sendiri cucunda. Sampai saat ini saya masih ragu, apakah ada istilah nenenda dan cucunda dalam bahasa Indonesia yang benar. Saya juga berusaha membuat bahasanya sesopan mungkin. Biasanya isi surat tersebut mengabarkan bahwa bisa atau tidaknya kami sekeluarga pulang kampung lebaran nanti. Balasan surat dari nenek saya tak lain menggunakan bahasa daerah, akhirnya ibu sayalah yang bertugas membacakan sambil menerjemahakan agar saya mengerti. Desa tempat tinggal nenek saya merupakan desa terpencil, tidak ada telepon disana, jadi surat menyurat adalah satu-satunya jalan.
Selain surat-menyurat dengan keluarga, pos juga saya gunakan untuk mengirim kartu lebaran dan kartu pos. Saya senang mengirim kartu pos yang berisi jawaban kuis di majalah anak-anak, walaupun hadiahnya tidak seberapa. Sayangnya saya tidak pernah menang dalam kuis apapun yang saya ikuti, sampai saya ragu apakah kartu pos saya benar-benar sampai.
Sepuluh tahun kemudian, hari ini saya teringat kembali akan pengalaman saya. Sayang sekali saya tidak sempat merasakan mengirim telegram atau wesel. Keduanya hanya teori saat sekolah dasar, bahwa telegram dihitung biayanya berdasarkan huruf. Kemudian muncul pertanyaan, apakah pak pos masih bekerja sekarang, apakah PT Pos harus melakukan pengurangan pegawai, dan lain-lain. Pertanyaan pertama akhirnya terjawab saat saya ingat kembali, saya pernah mendapat kiriman paket dari orangtua saat saya kuliah di luar kota, kemudian saya juga pernah mengirim paket untuk orangtua saya. Kalau tidak diburu waktu, pos akan menjadi pilihan utama karena biayanya lebih murah. Saat ini pos memiliki banyak saingan dari berbagai macam perusahan swasta yang menyediakan jasa pegiriman kilat. Yang paling cepat bisa sampai dalam 3 jam. Semoga masih ada orang yang rindu akan cara ‘tradisional’ menyampaikan berita, sehingga Pak Pos masih dapat bekerja.
Rasanya sudah lebih dari sepuluh tahun saya tidak pergi ke kantor pos untuk mengirim surat. Masa-masa saat saya sering ke kantor adalah saat saya masih sekolah dasar. Saat itu letak kantor pos dekat sekali dengan dengan sekolah, tepatnya berada di belakang sekolah. Kantor pos itu tidak terlalu besar, hanya berukuran 4 x 5 meter, lembab, dan tampak suram karena terletak dibawah rindangnya pohon.
Seingat saya, waktu itu biaya mengirim surat ke ayah saya di Natuna cukup mahal. Suratnya ditimbang dahulu, kemudian baru dihitung biayanya. Sampai sekarang saya tidak mengerti kenapa surat tersebut harus ditimbang, karena biasanya hanya paket barang yang ditimbang. Saat itu sarana untuk menghubungi ayah saya hanya lewat surat, telepon interlokal terlalu mahal harganya walaupun hanya bicara sebentar.
Lain lagi pengalaman saat mengirim surat ke nenek saya di Sumatera Selatan. Hal yang paling saya ingat adalah bahasa yang digunakan, saya menyebut nenek saya nenenda dan saya sendiri cucunda. Sampai saat ini saya masih ragu, apakah ada istilah nenenda dan cucunda dalam bahasa Indonesia yang benar. Saya juga berusaha membuat bahasanya sesopan mungkin. Biasanya isi surat tersebut mengabarkan bahwa bisa atau tidaknya kami sekeluarga pulang kampung lebaran nanti. Balasan surat dari nenek saya tak lain menggunakan bahasa daerah, akhirnya ibu sayalah yang bertugas membacakan sambil menerjemahakan agar saya mengerti. Desa tempat tinggal nenek saya merupakan desa terpencil, tidak ada telepon disana, jadi surat menyurat adalah satu-satunya jalan.
Selain surat-menyurat dengan keluarga, pos juga saya gunakan untuk mengirim kartu lebaran dan kartu pos. Saya senang mengirim kartu pos yang berisi jawaban kuis di majalah anak-anak, walaupun hadiahnya tidak seberapa. Sayangnya saya tidak pernah menang dalam kuis apapun yang saya ikuti, sampai saya ragu apakah kartu pos saya benar-benar sampai.
Sepuluh tahun kemudian, hari ini saya teringat kembali akan pengalaman saya. Sayang sekali saya tidak sempat merasakan mengirim telegram atau wesel. Keduanya hanya teori saat sekolah dasar, bahwa telegram dihitung biayanya berdasarkan huruf. Kemudian muncul pertanyaan, apakah pak pos masih bekerja sekarang, apakah PT Pos harus melakukan pengurangan pegawai, dan lain-lain. Pertanyaan pertama akhirnya terjawab saat saya ingat kembali, saya pernah mendapat kiriman paket dari orangtua saat saya kuliah di luar kota, kemudian saya juga pernah mengirim paket untuk orangtua saya. Kalau tidak diburu waktu, pos akan menjadi pilihan utama karena biayanya lebih murah. Saat ini pos memiliki banyak saingan dari berbagai macam perusahan swasta yang menyediakan jasa pegiriman kilat. Yang paling cepat bisa sampai dalam 3 jam. Semoga masih ada orang yang rindu akan cara ‘tradisional’ menyampaikan berita, sehingga Pak Pos masih dapat bekerja.
Senin, 17 Januari 2011
Daya Juang yang Tidak Bernilai
Perjuangan adalah proses, hasil akhirnya kemenangan atau kekalahan. Bentuk perjuangan akan berbeda-beda bagi setiap orang. Seorang ayah akan berjuang untuk menghidupi keluarganya, pelajar berjuang untuk mencapai cita-citanya. Setidaknya, selama ini itulah perjuangan yang saya kenal. Namun, saat ini saya mengetahui ada perjuangan yang hanya dilakukan di akhir. Analoginya adalah, seorang pelajar berusaha memperoleh ilmu, ia rajin masuk kelas, mengerjakan tugas dengan tepat waktu dan sebaik mungkin. Saya rasa hal tersebut adalah perjuangan yang sesungguhnya. Bandingkan dengan seorang pelajar yang malas masuk kelas, malas mengerjakan tugas, atau bahkan terlambat mengumpulkan, tetapi mendapatkan kemenangan yang sama dengan orang yang melakukan perjuangan dengan sungguh-sungguh seperti contoh pertama. Fenomena daya juang yang tidak bernilai ini sadar atau tidak kita sadari ada di lingkungan kita. Sayangnya, hal yang menyebabkan ini terjadi adalah lingkungan yang juga mendukung ketidakbernilaian proses yang disebut perjuangan. Contohnya adalah, adanya tes-tes instan semacam Ujian Nasional, SNMPTN, tes CPNS. Dalam dunia pendidikan, memang output dinilai dengan angka. Asalkan nilai mencukupi standar, tidak maslah bagaimana prosesnya, ia boleh jarang masuk kelas, boleh terlambat, boleh tidak mengumpulkan tugas, dan semacam itulah.
Saya setuju setidaknya 50% bahwa daya juang generasi muda saat ini sangatlah kurang, mereka menginginkan sesuatu yang instan. Mungkinkah ada hubungannya dengan berbagai makanan instan yang banyak saat ini. Perjuangan memang abstrak, terkadang diri sendiripun tidak dapat menilai seoptimal apa perjuangan yang telah dilakukan. Output berupa angka masih menjadi acuan. Kembali lagi bahwa output tersebut masih dapat diperjuangkan didukung dengan fakta-fakta dan argumentasi yang kuat. Memang beberapa orang mengatakan bahwa hidup itu tidak adil, tetapi saya percaya bahwa hidup itu adil, dan hanya waktu yang membuktikan.
Kesadaran akan hal tersebut memang datang terlambat kepada saya pribadi, tetapi saya berjanji bahwa saya akan memperjuangkan proses bukan hasil akhir . lets start together.
Saya setuju setidaknya 50% bahwa daya juang generasi muda saat ini sangatlah kurang, mereka menginginkan sesuatu yang instan. Mungkinkah ada hubungannya dengan berbagai makanan instan yang banyak saat ini. Perjuangan memang abstrak, terkadang diri sendiripun tidak dapat menilai seoptimal apa perjuangan yang telah dilakukan. Output berupa angka masih menjadi acuan. Kembali lagi bahwa output tersebut masih dapat diperjuangkan didukung dengan fakta-fakta dan argumentasi yang kuat. Memang beberapa orang mengatakan bahwa hidup itu tidak adil, tetapi saya percaya bahwa hidup itu adil, dan hanya waktu yang membuktikan.
Kesadaran akan hal tersebut memang datang terlambat kepada saya pribadi, tetapi saya berjanji bahwa saya akan memperjuangkan proses bukan hasil akhir . lets start together.
BIO
HOLA,, nama sy chysta, lahir tahun 1990. saat ini, sy sedang menempuh pendidikan S1 jurusan pendidikan teknik arsitektur di UPI Bandung. sy senang dan terbiasa menulis, tetapi sy blm terbiasa berbagi tulisan sy. sy akan senag sekali bila ada yang mau bertukar pikiran mengenai apapun. stay tune :)
Langganan:
Postingan (Atom)